Jakarta, 3/2/2013) Saat ini masih banyak
tenaga kerja Pelaut Indonesia di Jepang yang masih belum terdata
keberadaanya oleh KBRI disebabkan tidak dilaporkan oleh agen atau
pengerah tenaga kerjanya. Presentase terbanyak tenaga kerja pelaut
Indonesia yang belum terdata adalah para pekerja yang masih dalam status
magang (kensushe/trainee).
Hal tersebut menyebabkan pihak KBRI
di Tokyo, Jepang mengalami kesulitan apabila terjadi kecelakaan kapal
yang didalamnya berisi Tenaga kerja Indonesia. "Hal demikian cukup
menyulitkan untuk menghubungi keluarga korban yang mengalami kecelakaan
akibat minimnya data yang dimiliki," demikian disampaikan Atase
Perhubungan RI di Tokyo, M. popik Montanasyah melalui suratnya kepada
redaksi.
Melalui surat tersebut, Popik
mengungkapkan selama kurun waktu tahun 2012, telah terjadi 13 kali
kecelakaan kapal-kapal pencari ikan milik perusahaan Jepang yang diawaki
oleh tenaga kerja pelaut warga negara Indonesia dengan 7 orang
diantaranya dinyatakan hilang.
Sebanyak 6 orang dari awak kapal
yang hilang tersebut, lanjut Popik, berstatus sebagai pekerja magang dan
tidak dilengkapi dokumen sebagaimana syarat untuk bekerja di kapal.
Menurutnya, kedatangan mereka ke Jepang pun tidak dilaporkan ke KBRI
oleh agen pengerah tenaga kerjanya.
Popik mengatakan, unsur
Imigrasi serta unsur Protokol dan Konsuler KBRI Tokyo yang menangani
masalah perlindungan warga negara Indonesia dan badan hukum Indonesia
menjelaskan bahwa keberadaan para warga negara Indonesia yang bekerja
dikapal-kapal Jepang tersebut cukup sulit untuk diketahui jumlah dan
kondisinya secara pasti.
"Seharusnya sesuai dengan UU No. 23
tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan pasal 18, setiap WNI yang
pindah ke luar negeri termasuk untuk bekerja di luar negeri untuk waktu 1
(satu) tahun atau lebih wajib melapor kepada Perwakilan Republik
Indonesia paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak kedatangannya,"
ujarnya.
Pihak KBRI, ungkap Popik, seringkali baru mengetahui
adanya warga negara Indonesia yang bekerja sebagai pelaut setelah
terjadi kecelakaan kapal yang menyebabkan korban luka, meninggal atau
hilang dari laporan Japan Sea and Coast Guard atau agen pengerah tenaga
kerja dimaksud.
Oleh karena itu, Popik mengharapkan melalui
Kementerian Perhubungan dapat mengingatkan pihak-pihak yang
mempekerjakan atau merekrut tenaga kerja yang bekerja dikapal baik yang
berstatus pelaut maupun pekerja magang untuk mematuhi ketentuan aturan
pengawakan kapal sesuai peraturan yang berlaku.
Popik juga
mengimbau agar dalam hal ini agen-agen (swasta) pengerah tenaga kerja
pelaut maupun Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi melalui
Direktorat Bina Pemagangan yang selama ini menangani urusan pengerahan
tenaga kerja magang di kapal-kapal keluar negeri agar membekali setiap
calon pekerja magang warga negara Indonesia yang akan magang di
kapal-kapal negara lain dengan pelatihan yang sesuai untuk memenuhi
persyaratan kualifikasi dan kompetensi di bidang kepelautan, serta
melaporkan kedatangan pelaut ataupun pekerja magang ke Perwakilan
Pemerintah Republik Indonesia di negara tempat pelaut/pekerja magang
tersebut bekerja.
"Pembekalan kualifikasi dan kompetensi ini
selain untuk kepentingan persyaratan memenuhi UU No.17 Tahun 2008
tentang Pelayaran, juga dapat meningkatkan daya saing tenaga kerja
pelaut tersebut terhadap para tenaga kerja pelaut asing lainnya seperti
pelaut dari Filipina, Thailand, Vietnam dan negara-negara asia lainnya
yang direkrut oleh banyak perusahaan perikanan
di Jepang," jelasnya.
Berdasarkan
informasi dari KBRI di Tokyo, saat ini terdapat sekitar 8.281 WNI yang
tercatat bekerja pada kapal-kapal di Jepang sebagai pelaut yang terdiri
dari 4.281 WNI di kapal ikan termasuk didalamnya 512 WNI pekerja magang
di kapal ikan dan 4000 WNI di kapal niaga, dimana tenaga kerja ini
direkrut oleh perusahaan maupun pemilik kapal dari agen pengerah tenaga
kerja di Indonesia bekerjasama dengan agen pihak Jepang, sebagaimana
ketentuan yang berlaku di Jepang.
Tenaga kerja Warga Negara
Indonesia yang bekerja di kapal-kapal Jepang dimaksud pada umumnya telah
mengikuti pelatihan dasar untuk bekerja diatas kapal sebagai
persyaratan memiliki kualifikasi dan kompetensi serta mempunyai buku
pelaut yang dikeluarkan oleh Ditjen Hubla, namun demikian untuk pekerja
yang berstatus magang (kensushe/trainee) rata-rata belum memiliki
persyaratan kualifikasi dan kompetensi sesuai ketentuan yang
dipersyaratkan UU pelayaran No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran pasal
13. Selain itu masih banyak tenaga kerja magang yang tidak tercatat
keberadaannya oleh KBRI.
0 comments:
Post a Comment