Stabilitas adalah keseimbangan dari
kapal, merupakan sifat atau kecenderungan dari sebuah kapal untuk
kembali kepada kedudukan semula setelah mendapat senget (kemiringan)
yang disebabkan oleh gaya-gaya dari luar (Rubianto, 1996). Sama dengan
pendapat Wakidjo (1972), bahwa stabilitas merupakan kemampuan sebuah
kapal untuk menegak kembali sewaktu kapal menyenget oleh karena kapal
mendapatkan pengaruh luar, misalnya angin, ombak dan sebagainya.
Secara umum hal-hal yang mempengaruhi keseimbangan kapal dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok besar yaitu :
a. Faktor internal yaitu tata letak barang/cargo, bentuk ukuran kapal, kebocoran karena kandas atau tubrukan
b. Faktor eksternal yaitu berupa angin, ombak, arus dan badai
Oleh karena itu maka stabilitas erat hubungannya dengan bentuk kapal,
muatan, draft, dan ukuran dari nilai GM. Posisi M (Metasentrum) hampir
tetap sesuai dengan style kapal, pusat buoyancy B (Bouyancy) digerakkan
oleh draft sedangkan pusat gravitasi bervariasi posisinya tergantung
pada muatan. Sedangkan titik M (Metasentrum) adalah tergantung dari
bentuk kapal, hubungannya dengan bentuk kapal yaitu lebar dan tinggi
kapal, bila lebar kapal melebar maka posisi M (Metasentrum) bertambah
tinggi dan akan menambah pengaruh terhadap stabilitas.
Kaitannya
dengan bentuk dan ukuran, maka dalam menghitung stabilitas kapal sangat
tergantung dari beberapa ukuran pokok yang berkaitan dengan dimensi
pokok kapal.
Ukuran-ukuran pokok yang menjadi dasar dari pengukuran
kapal adalah panjang (length), lebar (breadth), tinggi (depth) serta
sarat (draft). Sedangkan untuk panjang di dalam pengukuran kapal dikenal
beberapa istilah seperti LOA (Length Over All), LBP (Length Between
Perpendicular) dan LWL (Length Water Line).
Beberapa hal yang perlu diketahui sebelum melakukan perhitungan stabilitas kapal yaitu :
1. Berat benaman (isi kotor) atau displasemen adalah jumlah ton air
yang dipindahkan oleh bagian kapal yang tenggelam dalam air.
2. Berat kapal kosong (Light Displacement) yaitu berat kapal kosong termasuk mesin dan alat-alat yang melekat pada kapal.
3. Operating Load (OL) yaitu berat dari sarana dan alat-alat untuk
mengoperasikan kapal dimana tanpa alat ini kapal tidak dapat berlayar.
Displ = LD + OL + Muatan
DWT = OL + Muatan
Dilihat dari sifatnya, stabilitas atau keseimbangan kapal dapat
dibedakan menjadi dua jenis yaitu satbilitas statis dan stabilitas
dinamis. Stabilitas statis diperuntukkan bagi kapal dalam keadaan diam
dan terdiri dari stabilitas melintang dan membujur.
Stabilitas melintang adalah kemampuan kapal untuk tegak sewaktu
mengalami senget dalam arah melintang yang disebabkan oleh adanya
pengaruh luar yang bekerja padanya, sedangkan stabilitas membujur adalah
kemampuan kapal untuk kembali ke kedudukan semula setelah mengalami
senget dalam arah yang membujur oleh adanya pengaruh luar yang bekerja
padanya.
Stabilitas melintang kapal dapat dibagi menjadi
sudut senget kecil (00-150) dan sudut senget besar (>150). Akan
tetapi untuk stabilitas awal pada umumnya diperhitungkan hanya hingga
150 dan pada pembahasan stabilitas melintang saja.
Sedangkan
stabilitas dinamis diperuntukkan bagi kapal-kapal yang sedang oleng atau
mengangguk ataupun saat menyenget besar. Pada umumnya kapal hanya
menyenget kecil saja. Jadi senget yang besar, misalnya melebihi 200
bukanlah hal yang biasa dialami. Senget-senget besar ini disebabkan oleh
beberapa keadaan umpamanya badai atau oleng besar ataupun gaya dari
dalam antara lain GM yang negative.
Dalam teori stabilitas
dikenal juga istilah stabilitas awal yaitu stabilitas kapal pada senget
kecil (antara 00–150). Stabilitas awal ditentukan oleh 3 buah titik
yaitu titik berat (Center of gravity) atau biasa disebut titik G, titik
apung (Center of buoyance) atau titik B dan titik meta sentris (Meta
centris) atau titik M.
2. MACAM-MACAM KEADAAN STABILITAS
Pada
prinsipnya keadaan stabilitas ada tiga yaitu Stabilitas Positif (stable
equilibrium), stabilitas Netral (Neutral equilibrium) dan stabilitas
Negatif (Unstable equilibrium).
(a). Stabilitas Positif (Stable Equlibrium)
Suatu keadaan dimana titik G-nya berada di atas titik M, sehingga
sebuah kapal yang memiliki stabilitas mantap sewaktu menyenget mesti
memiliki kemampuan untuk menegak kembali.
(b). Stabilitas Netral (Neutral Equilibrium)
Suatu keadaan stabilitas dimana titik G-nya berhimpit dengan titik M.
Maka momen penegak kapal yang memiliki stabilitas netral sama dengan
nol, atau bahkan tidak memiliki kemampuan untuk menegak kembali sewaktu
menyenget. Dengan kata lain bila kapal senget tidak ada MP maupun momen
penerus sehingga kapal tetap miring pada sudut senget yang sama,
penyebabnya adalah titik G terlalu tinggi dan berimpit dengan titik M
karena terlalu banyak muatan di bagian atas kapal.
(c). Stabilitas Negatif (Unstable Equilibrium)
Suatu keadaan stabilitas dimana titik G-nya berada di atas titik M,
sehingga sebuah kapal yang memiliki stabilitas negatif sewaktu menyenget
tidak memiliki kemampuan untuk menegak kembali, bahkan sudut sengetnya
akan bertambah besar, yang menyebabkan kapal akan bertambah miring lagi
bahkan bisa menjadi terbalik. Atau suatu kondisi bila kapal miring
karena gaya dari luar , maka timbullah sebuah momen yang dinamakan MOMEN
PENERUS/Heiling moment sehingga kapal akan bertambah miring.
3. TITIK-TITIK PENTING DALAM STABILITAS
Menurut Hind (1967), titik-titik penting dalam stabilitas antara lain adalah titik berat (G), titik apung (B) dan titik M.
(a). Titik Berat (Centre of Gravity)
Titik berat (center of gravity) dikenal dengan titik G dari sebuah
kapal, merupakan titik tangkap dari semua gaya-gaya yang menekan ke
bawah terhadap kapal. Letak titik G ini di kapal dapat diketahui dengan
meninjau semua pembagian bobot di kapal, makin banyak bobot yang
diletakkan di bagian atas maka makin tinggilah letak titik Gnya.
Secara definisi titik berat (G) ialah titik tangkap dari semua gaya –
gaya yang bekerja kebawah. Letak titik G pada kapal kosong ditentukan
oleh hasil percobaan stabilitas. Perlu diketahui bahwa, letak titik G
tergantung daripada pembagian berat dikapal. Jadi selama tidak ada berat
yang di geser, titik G tidak akan berubah walaupun kapal oleng atau
mengangguk.
(b). Titik Apung (Centre of Buoyance)
Titik apung
(center of buoyance) diikenal dengan titik B dari sebuah kapal,
merupakan titik tangkap dari resultan gaya-gaya yang menekan tegak ke
atas dari bagian kapal yang terbenam dalam air. Titik tangkap B bukanlah
merupakan suatu titik yang tetap, akan tetapi akan berpindah-pindah
oleh adanya perubahan sarat dari kapal. Dalam stabilitas kapal, titik B
inilah yang menyebabkan kapal mampu untuk tegak kembali setelah
mengalami senget. Letak titik B tergantung dari besarnya senget kapal (
bila senget berubah maka letak titik B akan berubah / berpindah. Bila
kapal menyenget titik B akan berpindah kesisi yang rendah.
(c). Titik Metasentris
Titik metasentris atau dikenal dengan titik M dari sebuah kapal,
merupakan sebuah titik semu dari batas dimana titik G tidak boleh
melewati di atasnya agar supaya kapal tetap mempunyai stabilitas yang
positif (stabil). Meta artinya berubah-ubah, jadi titik metasentris
dapat berubah letaknya dan tergantung dari besarnya sudut senget.
Apabila kapal senget pada sudut kecil (tidak lebih dari 150), maka titik
apung B bergerak di sepanjang busur dimana titik M merupakan titik
pusatnya di bidang tengah kapal (centre of line) dan pada sudut senget
yang kecil ini perpindahan letak titik M masih sangat kecil, sehingga
masih dapat dikatakan tetap.
Keterangan : K = lunas (keel)
B = titik apung (buoyancy)
G = titik berat (gravity)
M = titik metasentris (metacentris)
d = sarat (draft)
D = dalam kapal (depth)
CL = Centre Line
WL = Water Line
4. DIMENSI POKOK DALAM STABILITAS KAPAL
(a). KM (Tinggi titik metasentris di atas lunas)
KM ialah jarak tegak dari lunas kapal sampai ke titik M, atau jumlah
jarak dari lunas ke titik apung (KB) dan jarak titik apung ke
metasentris (BM), sehingga KM dapat dicari dengan rumus :
KM = KB + BM
Diperoleh dari diagram metasentris atau hydrostatical curve bagi setiap sarat (draft) saat itu.
(b). KB (Tinggi Titik Apung dari Lunas)
Letak titik B di atas lunas bukanlah suatu titik yang tetap, akan
tetapi berpindah-pindah oleh adanya perubahan sarat atau senget kapal
(Wakidjo, 1972).
Menurut Rubianto (1996), nilai KB dapat dicari :
Untuk kapal tipe plat bottom, KB = 0,50d
Untuk kapal tipe V bottom, KB = 0,67d
Untuk kapal tipe U bottom, KB = 0,53d
dimana d = draft kapal
Dari diagram metasentris atau lengkung hidrostatis, dimana nilai KB
dapat dicari pada setiap sarat kapal saat itu (Wakidjo, 1972).
(c). BM (Jarak Titik Apung ke Metasentris)
Menurut Usman (1981), BM dinamakan jari-jari metasentris atau
metacentris radius karena bila kapal mengoleng dengan sudut-sudut yang
kecil, maka lintasan pergerakan titik B merupakan sebagian busur
lingkaran dimana M merupakan titik pusatnya dan BM sebagai jari-jarinya.
Titik M masih bisa dianggap tetap karena sudut olengnya kecil
(100-150).
Lebih lanjut dijelaskan Rubianto (1996) :
BM = b2/10d , dimana : b = lebar kapal (m)
d = draft kapal (m)
(d). KG (Tinggi Titik Berat dari Lunas)
Nilai KB untuk kapal kosong diperoleh dari percobaan stabilitas
(inclining experiment), selanjutnya KG dapat dihitung dengan menggunakan
dalil momen. Nilai KG dengan dalil momen ini digunakan bila terjadi
pemuatan atau pembongkaran di atas kapal dengan mengetahui letak titik
berat suatu bobot di atas lunas yang disebut dengan vertical centre of
gravity (VCG) lalu dikalikan dengan bobot muatan tersebut sehingga
diperoleh momen bobot tersebut, selanjutnya jumlah momen-momen seluruh
bobot di kapal dibagi dengan jumlah bobot menghasilkan nilai KG pada
saat itu.
KG total = ? M
? W
dimana, ? M = Jumlah momen (ton)
? W = jumlah perkalian titik berat dengan bobot benda (m ton)
(e). GM (Tinggi Metasentris)
Tinggi metasentris atau metacentris high (GM) yaitu jarak tegak antara titik G dan titik M.
Dari rumus disebutkan :
GM = KM – KG
GM = (KB + BM) – KG
Nilai GM inilah yang menunjukkan keadaan stabilitas awal kapal atau keadaan stabilitas kapal selama pelayaran nanti
(f). Momen Penegak (Righting Moment) dan Lengan Penegak (Righting Arms)
Momen penegak adalah momen yang akan mengembalikan kapal ke kedudukan
tegaknya setelah kapal miring karena gaya-gaya dari luar dan gaya-gaya
tersebut tidak bekerja lagi (Rubianto, 1996).
Pada waktu kapal
miring, maka titik B pindak ke B1, sehingga garis gaya berat bekerja ke
bawah melalui G dan gaya keatas melalui B1 . Titik M merupakan busur
dari gaya-gaya tersebut. Bila dari titik G ditarik garis tegak lurus ke
B1M maka berhimpit dengan sebuah titik Z. Garis GZ inilah yang disebut
dengan lengan penegak (righting arms). Seberapa besar kemampuan kapal
tersebut untuk menegak kembali diperlukan momen penegak (righting
moment). Pada waktu kapal dalam keadaan senget maka displasemennya tidak
berubah, yang berubah hanyalah faktor dari momen penegaknya. Jadi
artinya nilai GZ nyalah yang berubah karena nilai momen penegak
sebanding dengan besar kecilnya nilai GZ, sehingga GZ dapat dipergunakan
untuk menandai besar kecilnya stabilitas kapal.
Untuk menghitung nilai GZ sebagai berikut:
Sin ? = GZ/GM
GZ = GM x sinus ?
Moment penegak = W x GZ
(g). Periode Oleng (Rolling Period)
Periode oleng dapat kita gunakan untuk menilai ukuran stabilitas.
Periode oleng berkaitan dengan tinggi metasentrik. Satu periode oleng
lengkap adalah jangka waktu yang dibutuhkan mulai dari saat kapal tegak,
miring ke kiri, tegak, miring ke kanan sampai kembali tegak kembali.
Wakidjo (1972), menggambarkan hubungan antara tinggi metasentrik (GM) dengan periode oleng adalah dengan rumus :
T = 0,75
?GM
dimana, T = periode oleng dalam detik
B = lebar kapal dalam meter
Yang dimaksud dengan periode oleng disini adalah periode oleng alami (natural rolling) yaitu olengan kapal air yang tenang.
(h). Pengaruh Permukaan Bebas (Free Surface Effect)
Permukaan bebas terjadi di dalam kapal bila terdapat suatu permukaan
cairan yang bergerak dengan bebas, bila kapal mengoleng di laut dan
cairan di dalam tangki bergerak-gerak akibatnya titik berat cairan tadi
tidak lagi berada di tempatnya semula. Titik G dari cairan tadi kini
berada di atas cairan tadi, gejala ini disebut dengan kenaikan semu
titik berat, dengan demikian perlu adanya koreksi terhadap nilai GM yang
kita perhitungkan dari kenaikan semu titik berat cairan tadi pada saat
kapal mengoleng sehingga diperoleh nilai GM yang efektif.
Perhitungan untuk koreksi permukaan bebas dapat mempergunakan rumus:
gg1 = r . x l x b3
12 x 35 x W
dimana, gg1 = pergeseran tegak titik G ke G1
r = berat jenis di dalam tanki dibagi berat jenis cairan di luar kapal
l = panjang tangki
b = lebar tangki
W = displasemen kapal